Minggu, 26 September 2010

Permainan Anak di Kota Bandung

Permainan anak-anak tempo doeloe, yang disebut kaulinan barudak urang lembur, boleh dikata tidak dikenal lagi oleh anak-anak Bandung zaman sekarang. Anak-anak sekarang hamper semuanya sudah terbius oleh permainan elektronik, yang pada umumnya dimainkan di dalam rumah. Kemajuan teknologi permainan anak-anak dan komputer serta berkurangnya lahan terbuka telah mengubah pola bermain anak-anak di Kota Bandung.
Permainan anak-anak tempo doeloe yang kaya akan unsur imajinasi, kerjasama, dan pertemanan berpotensi untuk membentuk kepedulian sosial, kepekaan sosial, dan kecerdasan bagi sang anak menjelang usia dewasa


 Jajangkungan

Permainan Jajangkungan dimainkan dengan sepasang tongkat atau galah, yang terbuat dari kayu atau bamboo. Tumpuan untuk pijakan kaki dibuat pada ketinggian 30 – 60 cm dari ujung bawah tongkat. Beberapa pemain dapat serentak memainkannya bersama-sama.Permainan ini biasa digabungkan dengan jenis permainan lain, seperti adu lari atau sepak bola.
Ada kalanya, penilaian hanya pada adu ketahanan berjalan di atas jajangkungan sambil saling menendang kaki jajangkungan lawan bermain. Pemain yang tejatuh dinyatakan kalah.
 
Paciwit-ciwit Lutung 
 
 
Permainan ini dilakukan oleh 3 – 4 orang anak, baik anak perempuan maupun lelaki. Setiap pemain berusaha saling mendahului mencubit (nyiwit) punggung tangan diurutan teratas sambil melantunkan kawih : Paciwit-ciwit lutung…,
Si Lutung pindah ka tungtung, Paciwit-ciwit Lutung…,
Si Lutung pindah ka tungtung.
Pada umumnya, tidak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah. Jadi, jenis permainan ini semata-mata dilakukan hanya untuk bersenang-senang dan mengisi waktu pada malam terang bulan.


Gatrik
 
Permainan dimainkan oleh dua orang atau dua regu yang beranggotakan beberapa orang. Alat yang dimainkan adalah tongkat pemukul terbuat dari kayu dan potongan kayu sepanjang seperempat tongkat pemukul, yang biasa disebut "anak gatrik”. Anak gatrik diletakan dilubang miring dan sempit dengan setengah panjangnya menyembul di permukaan tanah. Ujung anak gatrik dipukul dengan tongkat pemukul. Anak gatrik kembali dipukul sejauh-jauhnya ketika terlontar ke udara. Bila anak gatrik tertangkap lawan, permainan dinyatakan kalah. Bila tidak tertangkap, jarang antara lubang dan tempat jatuhnya dihitung untuk menentukan pemenangnya.
 
Perepet Jengkol
 
Permainan ini dilakukan oleh 3 – 4 anak perempuan atau lelaki. Pemain berdiri saling membelakangi, berpegangan tangan, dan salah satu kaki saling berkaitan di arah belakang. Dengan berdiri dengan sebelah kaki, pemain harus menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh, sambil bergerak berputar kea rah kiri atau kanan menurut aba-aba si dalang , yang bertepuk tangan sambil melantunkan kawih : Perepet jengkol jajahean.., Kadempet Kohkol jejereten..
Tidak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah dalam permainan ini. Jadi, jenis permainan ini hanya dimainkan untuk bersenang-senang pada saat terang bulan. 
 
Oray-Orayan
 
Permainan ini dimainkan beberapa anak perempuan maupun lelaki di lapangan terbuka. Para pemain saling memegang ujung baju bagian belakang teman di depannya untuk membentuk barisan panjang. Pemain terdepan berusaha menangkap pemain yang paling belakang yang akan menghindar, sehingga barisan bergerak meliuk-liuk seperti ular, tetapi barisan itu tidak boleh terputus. Sambil bermain, pemain melantunkan kawih : Orany-orayan luar leor ka sawah..,
Tong ka sawah parena keur sedeng beukah
Orang-orayan luar leor ka kebon …,
Tong ka kebon aya barudak keur ngangon.

 
Sondah
Permainan ini pada umumnya dimainkan oleh anak perempuan. Pola gambar berbentuk kotak-kotak berpalang dibuat di tanah. Setiap pemain memegang sepotong pecahan genteng atau batu pipih, yang kemudian dilemparkan ke dalam kotak permainan. Pemain melompat-lompat dari kotak ke kotak berikutnya.
Kotak yang berisi pecahan genting tidak boleh diinjak. Pemain dinyatakan kalah jika menginjak garis kotak atau bagian luar kotak. Pemain pertama disebut mi-hiji, kedua mi-dua, ketiga mi-tilu, dan seterusnya.  

Contoh Gambar:
 
Jajangkungan


Gatrik
 Oray-orayan
 Sondah
 Paciwit-ciwit Lutung
Perepet Jengkol

Sumber: http://www.bandung.go.id/

Jumat, 24 September 2010

Sejarah Singkat Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wiraangunangun. Beliau memerintah Kabupaten bandung hingga tahun 1681.
Semula Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) kira-kira 11 kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Bandung sekarang. Ketika kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki "Dalem Kaum I", kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke Pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811).
Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.
Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daerah Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Asia Afrika - Jalan A. Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos.
Rupanya Daendels tidak mengetahui, bahwa jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (pusat kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.
Sekitar akhir tahun 1808/awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekali lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).
Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the founding father) kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810.
 
sumber:www.bandung.go.id

Lambang Dan Bendera Kota Bandung

Lambang dan Bendera


 
 
LAMBANG
Lambang kota Bandung ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota besar Bandung tahun 1953, tertanggal 8 Juni 1953, yang diijinkan dengan Keputusan Presiden tertanggal 28 april 1953 No. 104 dan diundangkan dalam Berita Propinsi Jawa Barat tertanggal 28 Agustus 1954 No. 4 lampiran No. 6 Lambang tersebut bertokoh PERISAI yang berbentuk JANTUNG. Perisai tersebut terbagi dalam dua bagian oleh sebuah BALOK- LINTANG mendatar bertajuk empat buah, yang berwarna HITAM dengan pelisir berwarna PUTIH (PERAK) pada pinggir sebelah atasnya:
  1. Bagian atas latar KUNING (EMAS) dengan lukisan sebuah GUNUNG berwaarna HIJAU yang bertumpu pada blok-lintang.
  2. Bagian bawah latar PUTIH (PERAK) dengan lukisan empat bidang jalur mendatar berombak yang berwarna BIRU.
Di bawah perisai itu terlukis sehelai PITA berwarna KUNING (EMAS) yang melambai pada kedua ujungnya, Pada pita itu tertulis dengan huruf-huruf besar latin berwarna HITAM amsal dalam bahasa KAWI, yang berbunyi GEMAH RIPAH WIBAWA MUKTI.
Sebagai tokoh lambang itu diambil bentuk perisai atau tameng, yang dikenal kebudayaan dan peradaban sebagai senjata dalam perjuangan untuk mencapai sesuatu tujuandengan melindungi diri. Perkakas perjuangan yang demikian itu dijadikan lambang yang mempunyai arti menahan segala mara bahaya dan kesukaran.
  • KUNING (EMAS), berarti : kesejahteraan, keluhungan.
  • HITAM (SABEL), berarti : kokoh, tegak, kuat.
  • HIJAU (SINOPEL), berarti : kemakmuran sejuk
  • PUTIH (PERAK), berarti : kesucian
  • BIRU (AZUUR), berarti : kesetiaan
  • Gemah ripah wibawa mukti, berarti : tanah subur rakyat makmur
BENDERA
Bendera yang digunakan oleh Kotamadya Bandung adalah berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Kota Besar Bandung tanggal 8 Juni 1953 No. 9938/53.
Bentuk bendera tersebut adalah seperti yang tercantum pada diktum Keputusan tersebut diatas sebagai berikut :
  1. Bendera yang dipergunakan oleh Kota Besar Bandung dan tiga bidang jalur mendatar, masing - masing berturut-turut dari atas kebawah berwarna HIJAU, KUNING dan BIRU
  2. Perbandingan-perbandingan antara lebarnya dan jalur-jalur tersebut dibawah huruf urutan dari atas kebawah adalah 2:1:2
  3. Perbandingan antara panjang dan lebarnya berbeda itu 7:5